Welcome to Matahari Ilmu

Jika hidup itu mengajarkanmu banyak hal, maka tuliskanlah sebagai sebuah tinta sejarah yang penuh hikmah....


Saturday, March 27, 2010

Narsis

Narsis alias membangga-banggakan diri sendiri (bisa karena memang memiliki kelebihan atau karena tidak memiliki kelebihan sama sekali) pada dasarnya bukanlah suatu sifat yang baik karena tentu saja hal tersebut bisa dikategorikan sebagai sifat sombong. Dan tentunya tidak ada seorang manusia pun yang berhak untuk sombong kecuali hanya ALLAH SWT. Tapi narsis sudah terlalu menjadi fenomena. Ada yang dengan terang-terangan mem-blow up kenarsisannya, ada juga yang malu-malu (lebih tepatnya malu-malu-in^_^).

Narsis terkadang digunakan untuk lucu-lucuan yang sifatnya menghibur. Dan kalo diliat, sebenarnya tidak ada maksud untuk menyombongkan diri. Tapi Wallahualam bagaimana hukumnya. Apakah termasuk sesuatu yang dilarang atau dibolehkan. Yang jelas, menurut saya narsis untuk sekedar intermezzo ketika berkomunikasi dengan teman, sahabat dan keluarga sah-sah saja asal jangan kelebihan dosis, karena bisa-bisa orang yang mendengarkan bisa langsung menderita sakit perut akut (hehe…)

Seorang teman pernah berkata bahwa ternyata narsis bisa membantunya keluar dari rasa minder dan meningkatkan kepercayaan diri. Makanya beberapa kali dia mengatakan bahwa dia sedang belajar untuk narsis. Lucu sih kedengarannya, masa narsis dipelajari? Tapi kalo dipikir-pikir betul juga sih, narsis bisa menjadi terapi untuk meningkatkan keperccayaan diri. Misalnya ketika kita mengatakan “ gue pintar, gue cantik, gue idola, gue bisa melakukan yang terbaik, bla..bla..bla…” otomatis kata-kata tadi secara tidak langsung akan menuntun alam bawah sadar kita untuk melakukan hal-hal yang telah kita sampaikan tadi. Dan karena kata-kata adalah do’a maka bisa jadi apa yang disampaikan tersebut menjadi kenyataan. Ketika kenarsisan berubah menjadi wujud nyata, maka lahirlah kepercayaan diri. Hmm...hipotesa yang cukup menarik^_^

Laki-laki Sempurna

Lelaki itu gagah dan sangat cemerlang. Wajahnya bagus dan kelakuannya baik. Kepalanya besar dan dahinya luas, dadanya bidang, telapak tangan dan kakinya kuat, kepalanya ditumbuhi rambut yang hitam-pekat, matanya memancarkan sinar yang mempesona dihiasi alis yang tebal menghitam dan giginya putih bersinar sehingga sangat menarik jika berkata-kata atau tersenyum. Lehernya panjang, suaranya berwibawa dan janggutnya tebal. Kalau sedang diam kelihatan wibawanya, jika sedang berbicara suaranya memenuhi ruangan. Dia tampak indah dari jauh dan lebih indah lagi jika dilihat dari dekat. Kata-katanya manis terdengar, jelas dan dapat dimengerti titik komanya, dan tidak terlalu lambat bicaranya dan tidak pula terlalu cepat. Perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek. Dia mempunyai banyak teman yang mengelilinginya. Jika dia berkata, teman-temannya diam mendengarkan. Jika dia memerintahkan sesuatu, teman-temannya saling berlomba untuk mengerjakannya. Dialah Baginda Rasulullah SAW. Betapa rindu aku padanya. Dan semoga kelak ALLAH mengizinkanku untuk bertemu dengan laki-laki sempurna itu. Amin.

Friday, March 26, 2010

Spirit

The Silent Morning




ALLAH,
Kuhirup udara pagi-Mu,
dengan sebuah harapan,
dengan sebuah impian,
dengan sebuah cita-cita,
dengan sebuah semangat,dan
dengan sebuah keyakinan,
Aku ingin hari ini jauh lebih baik,
Apapun kualitas masa lalu yang telah kutoreh,
tidak akan kubiarkan menjadi penghalang masa depanku,
ALLAH,
Jadikanlah setiap kesulitan yang datang
sebagai jalan agar ku menjadi
manusia yang kuat,
manusia yang sabar,
dan manusia yang bersyukur.
Amin.

Am Free . . .



Lepas, bebas. Sejenak keluar dari sebuah kejemuan. Rutinitas yang selama ini menerkam kesembrautan masalah yang terus berpijak pada lingkaran yang tak pernah bertepi, hilang dibawa angin yang bertiup.Perjalanan waktu membawaku jauh menembus batas langkah kaki yang bisa ditapaki. Bagaikan burung, aku mendapatkan sayap-sayap untuk terbang. Dengan kecepatan sekian kilometer perdetik aku hirup aroma kesyukuran. Tiadalah suatu kekaguman yang luar biasa ketika kita bisa mencium aroma Ke-Maha Kuasa-an Nya.

Best moment in Kaliurang

Wednesday, March 24, 2010

An Apology

Dikeheningan malam, aku berbagi kerinduan dengan berkirim sms tausiyah kebeberapa sahabat. Ada sahabat yang sudah sangat lama tidak pernah lagi tersilaturahimi, dan ada juga sahabat yang selalu setia menemaniku sehari-hari. Tausiyah ini tentu bukan untuk menggurui, tapi lebih berupa penguatan yang pada dasarnya ditujukan untuk diriku sendiri. Semakin banyak sms yang dikirim, maka akan semakin banyak penguatan yang kuperoleh.

Dari beberapa balasan, ada satu yang cukup membuatku haru. Yah, seorang sahabat kini tengah di uji dengan ujian yang cukup berat. Terus terang, jika ujian ini singgah padaku, akan bagaimana aku bisa bertahan. Sejenak aku merasa malu. Betapa aku begitu egois. Atas nama kesibukan (atau sok sibuk), aku sering melupakan sahabat-sahabatku bahkan hanya untuk sekedar bertanya kabar lewat sms. Allah, maafkan aku.

Dia adalah salah seorang sahabat yang kukenal di kampus ungu. Kebersamaan kami tidak bisa dibilang singkat. Masa-masa berjuang, masa-masa bersama, masa-masa bahagia, masa-masa konflik, masa-masa saling mengerti dan paham, masa-masa saling menerima segala kelebihan dan kekurangan, telah kami jalani bersama. Kami layaknya seperti saudara yang dipertemukan dalam indahnya ukhuwah.

Sosoknya selalu kukagumi. Aku sadar betul, dulu bahkan hingga sekarang, rasa minder sering muncul ketika berhadapan dengannya. Terlahir sebagai wanita yang cerdas, kreatif, energik, kritis, dan memiliki segudang keunggulan lainnya, membuat dia terlihat sempurna dimataku. Aku masih ingat, dialah salah seorang sahabat yang mengajarkanku tuk berani bermimpi. Kata yang terus terngiang-ngiang di telingaku adalah ketika dia bercerita tentang mozaik kehidupan. Saat itu kami berjalan dibawah langit biru kampus ungu, dia berkata ‘hidup adalah kumpulan mozaik-mozaik, maka pungut dan kumpulkanlah mozaik-mozaik itu, kemudian bingkailah agar menjadi mozaik yang indah.’ Kata kutipan yang diambilnya dari salah satu tetralogi novel Andrea Hirata ini, bagaikan mutiara yang bersinar dihatiku. Saat itu akupun mulai berazzam untuk mencari terus dimana mozaik kehidupanku berada.

Yang membuatku menaruh rasa hormat padanya, adalah ketegaran dan kekuatannya dalam menjalani hidup. Memanglah benar adanya bahwa tak ada hidup yang sempurna. Sedari belia dia telah di uji dengan ujian yang cukup berat. Aku tak pernah menyangka, dibalik wajahnya yang ceria ternyata tersimpan kesedihan. Tapi aku tahu, dia tidak pernah mau kalah. Walaupun kadang badai yang cukup kencang terkadang juga pernah membuat ia goyah dan patah. Tapi setauku dia bukanlah orang yang mau berlama-lama diam dan larut dalam kesedihan. Dia dengan lapang dada menghadapi apa yang terjadi dan mencoba untuk bertahan untuk terus melangkah dikedua kakinya.

Dan malam ini, ketika aku larut dengan lembaran-lembaran kertas tugasku, dia masih terus terjaga dalam dinginnya dinding-dinding RSJ, sambil menggenggam erat tangan wanita setengah abad yang dipanggil ibu.

ALLAH berilah ia kesabaran dan keikhlasan.

Monday, March 22, 2010

An Education

Malam yang dingin ini terasa sedikit hangat dengan kehadiran sebuah talk show interaktif di salah satu TV swasta. Yang membuat aku tertarik bukan host-nya, bukan penontonnya, dan bukan setting-nya, tapi lebih kepada bintang tamu yang hadir disana. Bintang tamu kali ini berbeda. Dia tidak duduk dikursi empuk yang sudah disediakan, melainkan pada sebuah tempat tidur dorong yang sudah setia menemaninya selama bertahun-tahun.

Dia merupakan salah seorang artis favoritku. Pembawaannya yang kocak dan tidak lebay, membuat lawakan yang dibawakan terkesan sangat natural. Laki-laki dengan jargon Jari-jari itu terkenal dengan nama Pepeng. Wajahnya yang dulu gagah tampil di layar TV kini terbaring karena penyakit langka yang belum ditemukan obatnya. Penyakit ini menyerang saraf, hingga mengakibatkan kelumpuhan.

Tak terasa sudah hampir 5 tahun penyakit itu menggerogoti tubuhnya. Namun hal itu tidak menjadi penghalang semangatnya untuk terus belajar dan belajar. Dalam keadaan lumpuh itulah ia mendapat gelar master dan disematkan kebanggan. Tidak hanya itu, gerak fisiknya mungkin amat sangat terbatas tapi tidak dengan pemikirannya. Diatas tempat tidur dan ditemani dengan sebuah laptop, dia terus menulis, berkarya, membuat buku bahkan menjadi dosen diperguruan tinggi ternama di Jakarta. Subhanallah. ALLAH benar-benar Maha Adil. Laki-laki setengah abad itu membuatku malu. Malu dengan usia dan kondisiku yang jauh lebih baik.

Disana juga ada seorang istri yang selalu setia mendampinginya dengan ketegaran, kesabaran dan keikhlasan. Sosok yang banyak menginspirasi ini, mengajarkanku tentang arti kekuatan seorang wanita. Banyak orang yang beranggapan bahwa wanita itu adalah makhluk lemah. Tapi sungguh, dibalik kelemahan itu tersimpan berjuta kekuatan. Aku sering berpikir adakah laki-laki yang memiliki kesetiaan yang sama dengan wanita? Dan adakah yang bisa sekuat dan setegar seorang wanita? Wallahualam.

Walaupun begitu, aku sangat kagum dengan pasangan ini. Tak ada keluh kesah yang terucap. Keoptimisan akan sebuah kesembuhan tidak pernah hilang. Wajah-wajah mereka memancarkan ketulusan dan cinta. Sungguh ketika aku melihat mereka, aku menjadi ingat akan Tuhanku. Tuhan yang Maha Kaya dan Pemilik Alam Semesta yang Maha Luas. Subhanallah. Tidak ada yang sia-sia, selalu ada hikmah dibalik apapun yang terjadi. Ditengah ujian yang panjang, pepeng berhasil membuat sebuah puisi cinta untuk sang istri. Puisi yang mungkin ditunggu-tunggu bertahun-tahun lamanya. Bait-bait sederhana namun sarat makna ini menunjukan cinta yang dalam, sebuah harapan dan juga impian. Subhanallah. Semoga ALLAH yang Maha Pemurah memberkahi keluarga mereka dan berkenan mengabulkan harapan serta impian itu. Amin Ya ALLAH.

Tak Ada Judul

Buku itu sudah lama diam. Dia ingin disentuh dan dibaca. Tapi ku urung. Bukan karena saking sibuknya, hanya saja ada semburat ragu ketika aku ingin menelusuri kata demi kata yang tercetak disana. Buku yang bagus, buku yang sangat ingin kubaca. Namun sayang, buku itu jugalah yang paling tidak ingin aku buka. Aneh. Itulah segenap rasa yang bisa kuungkap. Entah kenapa, tiba-tiba timbul keengganan untuk membaca buku tentang pernikahan. Walaupun terjadi kontradiksi dalam diri, tapi sungguh butuh waktu ketika aku akhirnya memutuskan untuk membaca kalimat-kalimat yang disematkan penulisnya.

Di awal aku disentuh dengan kata-kata Niat. Yah, menikah itu harus dilandasi oleh sebuah niat. Niat yang bersih dan suci. Niat yang tidak hanya diukir manis dibibir tapi lebih dari itu. Niat menghujam di dasar yang terdalam, yang tidak ada seorang pun yang akan tahu kadarnya kecuali ALLAH. Niat jugalah yang kelak menjatuhkan hukum. Apakah ia akan divonis halal, makruh, atau bahkan haram.

Kalimat-kalimat berikutnya mengalir seiring dengan emosi yang berkecamuk di dada. Seolah-olah mengamini kegalauan, mata pun tak henti berkaca-kaca. Bagai sebuah jalan, aku terus maju. Aku diam sejenak ketika sebuah pengetahuan baru datang. Ternyata ucapan semoga berbahagia dan semoga dikarunai banyak momongan kepada pengantin baru yang lazim disampaikan dan bahkan mungkin sudah mendarah daging sebenarnya tidak pernah dianjurkan oleh Nabi SAW alias dilarang. Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menyampaikan do’a keberkahan pada ‘pasangan baru’. Berkah merupakan wujud nikmat yang tak ternilai, yang tidak hanya beperngaruh pada si pasangan tapi juga orang-orang yang ada disekitarnya. Tidak hanya itu, berkah juga bisa dirasakan dalam jangka pendek hingga jangka panjang. Sungguh beruntung, orang-orang yang mendapat hadiah keberkahan dari ALLAH. ketika hamba-hamba menerima hadiah keberkahan dari-Nya, maka kebahagiaan akan muncul dengan sendirinya.

Aku menutup halaman-halaman yang baru saja mengantarkanku kesebuah dunia baru, yang jika ALLAH berkenan akan kurasakan juga nanti. Aku menghentikan penjelajahan ini, karena aku harus kembali mengumpulkan ‘kekuatan’ sebelum aku dihantar dalam rimba yang sebenarnya.

Thursday, March 11, 2010



Terjebak dalam hujan yang basah. Menunggu dalam kerisauan yang dalam. Segelumit sesal hinggap dalam kepala, andai saja pagi ini lebih siap menghadapi segala kemungkinan.

Ditemani nyanyian air yang mengalir sambil menekan tuts monitor, kebisuan bicara "nikmati saja...."

Saturday, March 06, 2010

Aku Ingin Mencintaimu

(By: Edcoustic)

Tuhan betapa aku malu
Atas semua yang Kau beri
Padahal diriku terlalu sering membuat-Mu kecewa
Entah mungkin karena ku terlena
Sementara Engkau beri
Aku kesempatan berulang kali
Agar aku kembali
Dalam fitrahku sebagai manusia
Untuk menghambakan-Mu
Betapa tak ada apa-apanya aku dihadapan-Mu
Aku ingin mencintai-Mu setulusnya
Sebenar-benar aku cinta
Dalam do’a
Dalam ucapan
Dalam setiap langkahku
Aku ingin mendekati-Mu
Selamanya
Sehina apapun diriku
Kuberharap untuk bertemu dengan-Mu
Ya Rabbi . . .

Ayat-ayat cinta

Mengikuti pengajian bagiku adalah suatu kebutuhan. Kebutuhan primer bahkan. Karena terkadang menjalani kehidupan membuat energiku terkuras habis. Aku tidak hanya lelah secara jasadiah, tapi juga ruhiyah. Jadi agar tidak teler, aku harus terus menjaga dosis yang kubutuhkan. Bahkan jika kondisi terasa sudah amat parah, kadang aku berusaha untuk mendapat dosis yang lebih tinggi.

Waktu 2-3 jam terasa begitu singkat. Tentu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan 168 jam yang aku miliki dalam seminggu. Maka aku berusaha untuk mendapatkan asupan yang bergizi, agar aku bisa bertahan untuk tetap “normal” sampai waktu berikutnya datang.

Seperti biasa semua sudah ada urutan dan komposisinya. Hanya saja, urutan untuk muraja’ah hafalan tergeser di posisi akhir. Tak apalah, daripada tidak sama sekali. Masing-masing kami membaca hafalan satu persatu dan yang lain saling menyimak dan membenarkan jika ada kesalahan.

Tibalah giliran seorang teman. Seorang wanita yang selalu aku kagumi karena kesederhanaan dan kesahajaannya. Ayat-ayat itu mengalir begitu lembut. Langsung menusuk hatiku yang mungkin sudah karatan karena debu-debu dunia. Permulaan An-Naba dibacakan dengan linangan air mata. Dan kemudian tangisan itu pecah ketika ayat-ayat cinta berbunyi “ Inna yaumal fashli kaana miqota, yauma yunkfakhu fishuri fatak tuna afwaja, wafutihatissamaa u fakanat abwaba, wa suyyiratil jibalu fakanat saraba, inna jahannama kanat mirshada, lithoqhina maaba……” sejenak dia larut dalam tangis.
Apa yang terjadi padaku? Tak ada kecuali hanya diam seperti patung yang kaku. Kulirik mentor disebelahku yang bahunya ikut teguncang yang mengartikan dia juga tengah menangis. Aku??? Matikah rasaku??? Matikah hatiku??? Lupakah aku akan hari yang pasti akan terjadi itu??? Seketika tubuhku menggigil… Rabb, izinkan aku untuk bisa bertemu dan menatap-Mu.

Language


Bahasa merupakan alat komunikasi yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar bahasa itu sangat menarik, karena ketika kita belajar bahasa berarti kita juga belajar tentang budaya. Bahasa tak bisa dipisahkan dengan kehidupan social masyarakat, sehingga penggunaan bahasa itu sendiri sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin atau gender,kelas social, usia dan lain-lain.

Dilihat dari gender-nya, penggunaan bahasa antara laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Laki-laki cenderung menggunakan logika sedangkan wanita menggunakan rasa. Hal ini sebenarnya sangatlah unik. Namun seperti kata John Gray dalam Men are from Mars and Women are from Venus, keberbedaan dalam penggunaan bahasa ini justru banyak menimbulkan konflik antar pasangan.

Dalam suatu kelas, salah seorang Profesor pernah memberikan studi kasus yang cukup menarik. Dimana ada sepasang pengantin baru yang berasal dari dua daerah yang berbeda. Sang suami berasal dari wilayah Timur tepatnya daerah Sulawesi dan si istri berasal dari Jawa. Nah, setiap pulang dari kantor sang istri selalu bertanya “ Kesel, Mas?”. Sang suami yang tak mengerti konteks atau makna kata “kesel” agak tersinggung dan menganggap pertanyaan itu bukanlah pertanyaan yang tepat ditanyakan kepada seorang suami yang baru pulang dari kantor. Tapi karena pengantin baru, sang suami mencoba sabar dan menjawab dengan kata “Tidak”.

Hari-hari berikutnya sepulang dari kantor, si istri selalu memberikan pertanyaan yang sama kepada sang suami “ Kesel Mas?”. Si suami pun terus menjawab “Tidak”. Sampai akhirnya, pada suatu ketika kesabaran sang suami pun habis. Ketika si istri kembali menanyakan pertanyaan yang sama, si suami menjadi murka dan marah kepada istrinya karena selalu bertanya apakah ia kesal, padahal ia merasa tidak pernah merasa kesal. Si istri bingung dengan kemarahan sang suami, karena si istri merasa tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu.

Dalam bahasa Jawa, kata “kesel” bisa bermakna capek atau lelah. Jadi ketika sang istri mendapati sang suami merasa “kesel” sebagai wanita Jawa yang terkenal dengan kepatuhannya terhadap suami maka dia akan melakukan apa saja. Mulai dari memijit pundak atau kaki, menyediakan makanan dan minuman yang enak atau melakukan hal-hal yang bisa menyenangkan hati sang suami. Namun sayang, makna “kesel” itu sendiri dimaknai berbeda oleh suami. Kata “kesel” dimaknai sebagai perasaan kesal, marah atau tidak suka. Sehingga komunikasi antara mereka berdua menjadi tidak sinkron dan akhirnya terjadilah konflik itu.

Kasus di atas membuktikan bahwa bahasa sangat penting dalam komunikasi. Dengan belajar bahasa, diharapkan kita bisa belajar budaya dan toleransi, sehingga keberbedaan bukanlah menjadi factor lahirnya konflik perpecahan tapi menjadi sesuatu yang unik yang harus kita selami.

Misteri Semangkuk Bakso



Jam menunjukan pukul 13.35. Ups, telat. Aku segera memburu langkah. Aku mengetuk pintu beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kelas. Posisi depan sebenarnya tidak terlalu kusukai, but I’ve to choose it. Sejenak aku perhatikan orang yang duduk didepanku. Is that the lecturer? It’s really unpredictable. Aku tak pernah menyangka sosoknya begitu sederhana. Amat sangat sederhana malah. Tubuhnya tinggi kurus, dengan berat badan mungkin tak mencapai 50kg. Warna kulitnya gelap begitu juga dengan warna bibirnya yang juga gelap akibat asap rokok. Am I dream?? No, it’s real babe….

Terus terang, penampilan beliau sangat jauh berbeda dengan dosen-dosenku yang lainnya. Performance-nya pun agak membuatku ragu. Untuk seseorang audio-visual sepertiku, terus terang penampilan seperti ini sedikit mengganggu. But seperti kata pepatah “ don’t look the book from its cover..”. Aku pun tak mau mengeluarkan pendapat terlalu dini.

What happen next?? Ketika beliau berbicara, aku menangkap sesuatu. Ow…benar, he’s my lecturer. British English yang cukup fasih membuatku yakin bahwa laki-laki paruh baya itu telah menyandang gelar Ph.D. Untung aku tidak terlalu cepat menilai apalagi sampai underestimate.

Baru saja aku menetralkan diri, tiba-tiba aku kembali harus memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi. The lecture got salary, and he had a brown envelope which full of money in his pocket^_^ And u know what…??? He treated us…!!! All of the students in the class…!!! Proses perkuliahan hanya berjalan lebih kurang 1 jam, dan jam berikutnya kami habiskan di warung bakso….

Ini benar-benar my first experience, ada gitu dosen yang baru gajian kemudian mengajak mahasiswanya makan bakso. Ga’ bayar sendiri-sendiri, tapi ditraktir. Semua mahasiswa lagi (maksudnya yang ada dikelas beliau saat itu). Sampai-sampai aku meminta temanku untuk mencubit untuk memastikan bahwa aku sedang tidak dalam keadaan tertidur alias tidak bermimpi. It’s really suprising me…

What will happen next??? We don’t know, yang jelas ketika semangkuk bakso sudah bersemayam indah diperut kami dan laki-laki bersahaja itu pamit dengan sepeda motor Honda jadulnya, dibenak kami masih tertinggal seribu tanya, kira-kira minggu depan ada kejutan apalagi ya???