Welcome to Matahari Ilmu

Jika hidup itu mengajarkanmu banyak hal, maka tuliskanlah sebagai sebuah tinta sejarah yang penuh hikmah....


Friday, May 25, 2012

" Cinta Seorang Sauban kepada Rasulullah SAW"

Salah satu sahabat Rasulullah saw bernama Sauban. Dia dulunya adalah seorang budak yang kemudian dimerdekakan. Sauban adalah seorang sahabat yang sangat mencintai Rasulullah. Bahkan saking cintanya kepada Rasulullah, dia mengatakan bahwa "andai saja tidak ada kewajiban terhadap istri dan anak, maka akan aku habiskan waktuku bersama Rasulullah saw."

Suatu ketika Sauban menangis tersedu-sedu. Saat itu Rasulullah saw melihatnya dan kemudian bertanya kepadanya, "ada apa Sauban, apa yang membuatmu menangis? Apakah ada seseorang yang telah menyakitimu?"

Sauban menjawab, "Tidak, Ya Rasulullah."
"Lalu kenapa Engkau menangis?", tanya Rasulullah lagi.

"Aku menangis karena memikirkan keadaanku nanti. Ketika hidup di dunia ini dan aku merindukanmu, aku masih bisa menjumpai dan mendatangi engkau ya Rasulullah. Tapi bagaimana kelak jika aku telah meninggal, akankah aku masih bisa menjumpai dan melihatmu di akhirat, Ya Rasulullah? Engkau berada di syurga tertinggi, sedangkan aku tidak tahu bagaimana posisiku di akhirat kelak. Bagaimana jika aku merindukanmu, akankah aku masih bisa bertemu denganmu?."

Mendengar ucapan Sauban, Rasulullah saw pun berkata, "Tenanglah Sauban, kelak kita akan dibangkitkan bersama orang-orang yang kita cintai. Jika kau benar-benar mencintaiku, maka kelak kita akan dipertemukan kembali."

Kisah Sauban diatas hanyalah sebuah kisah dari ribuan kisah-kisah sahabat yang begitu mencintai Rasulullah saw. Bahkan kecintaan mereka melebihi kecintaan terhadap diri sendiri.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita belajar untuk mencintai Rasulullah?
Tentu, hanya kita masing2 yang paling tau jawabannya.

Semoga kita benar-benar mampu mencintai Rasulullah saw, sehingga kita berhak untuk mendapatkan golden ticket untuk bertemu beliau di Yaumil Akhir..... Amin.

"Penolakan" yang Mencerdaskan

Terkadang ketika kita berniat atau melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain, belum tentu orang lain tersebut mampu menangkap atau menerima niat baik tersebut. Bisa jadi, yang timbul adalah respon yang membuat keikhlasan kita terguncang. Namun sejatinya, jika niat itu memang murni karena Allah, apapun reaksi yang kita terima dari aksi kebaikan yang kita lakoni, maka semua tidak jadi masalah. Dan mudah saja akhirnya kita menyimpulkan keikhalasan kita. Indikatornya cuma satu, yakni "rasa". Apa yang kita rasakan setelah pemberian kebaikan kita diterima dengan lapang? Berbangga? Ato apa yang kita rasakan ketika kebaikan kita tertolak? Marah? Jika ternyata perasaan kita datar2 saja, mungkin bisa jadi itu pertanda baik bahwa kita tidak butuh penilaian manusia tentang kebaikan yang kita lakukan.

Namun, bagaimanapun, begitu sulit bagiku menerima kenyataan ketika kebaikan yang kulakukan "tertolak" ^___^. Butuh waktu dan kata-kata yang berulang-ulang untuk meyakinkan hatiku bahwa semua yang kulakukan hanya untuk-Nya, dan benar-benar hanya untuk-Nya.

Terima kasih kawan, atas sebuah  "penolakkan" yang mencerdaskan, atas sebuah "penolakan" yang membuat ku berfikir tentang cara, atas sebuah "penolakan" yang membuatku bertanya tentang ikhlas, sebuah "penolakan" yang membuatku sadar bahwa aku bukan malaikat. Dan terima kasih, atas "penolakan" yang membuatku bisa menulis pagi ini.

Allah, terima kasih telah mengingatkan ku dari "penolakan" itu.
Love u more, and more... ALLAH.

04 Radjab 1433 H

Monday, May 21, 2012

Belajar dari Kesalahan

"Terkadang kita membiarkan diri kita membuat sebuah kesalahan, tapi itu lebih baik daripada tidak mencoba apapun. Hidup selalu memberikan kita pilihan, untuk memulai kembali setelah belajar dari kesalahan."

Malam menjelang Rajab....