Welcome to Matahari Ilmu

Jika hidup itu mengajarkanmu banyak hal, maka tuliskanlah sebagai sebuah tinta sejarah yang penuh hikmah....


Tuesday, May 25, 2010

Fb

Beberapa waktu yang lalu, aku menerima sms dari seorang sahabat yang berisi tentang ajakan untuk memblokir situs pertemanan, facebook. Hal ini disebabkan karena adanya halaman yang memuat kontes gambar kartun Nabi Muhammad.

Karena jarang membuka Fb, dan kurangnya akses informasi^_^, aku baru tahu bahwa tengah terjadi gelombang protes besar-besaran terkait masalah ini.

Demonstrasi dimana-mana. Bahkan pemerintah Pakistan dengan tegas memprotes dan memblokir Facebook.

Meskipun tak setegas pemerintahan Pakistan, Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim juga tak kalah ketinggalan menyuarakan protesnya... Dukungan ini juga ditunjukkan langsung oleh Din Syamsuddin yang langsung menutup tiga akun facebooknya.

Terkait hal ini, reaksi yang ditujukan teman-temanku bermacam-macam. Ada yang langsung menutup akun Fbnya, walaupun fb merupakan sarana penting untuk mempromosikan tulisan-tulisannya. Ada yang nyantai-nyatai wae..karena memang jarang membuka Fb. Dan ada juga berkomentar lucu. " Kalo lama-lama fb-nya di blokir, bisa-bisa para fans-nya bakalan merindukannya...". Olah..ck..ck.. walau aku tau konteksnya bercanda tapi tetap saja ini masalah harga diri umat Islam, bung...!!! Masalah fans?? Kelaut aja deh..^_^. Bukankah dulu juga kita masih tetap bisa silaturahim dan mengoleksi banyak fans tanpa fb..hehehe...

Kalo perlu umat Islam menciptakan situs jejaring pertemanan yang lebih mantap dari fb, jadi orang-orang musyrikin tak semena-mena lagi dengan umat Islam...

Excellent Words

Dunia infotaiment heboh. Ada sensasi baru. Seorang artis muda minggat dari rumah dan melapor ke KOMNAS Perlindungan Anak.

Ada Apa?
Si Artis cantik blasteran Indonesia-Belanda ini ternyata merasa hak-haknya sebagai seorang anak terampas. Dia merasa tidak memiliki kebebasan dan telah diperlakukan semena-mena oleh orang tuanya. Bahkan sempat berembus kabar bahwa orang tuanya akan dimeja hijaukan. Ini tentu pandai-pandainya infotaiment biar berita lebih hot lagi...

Namun syukurlah karena adanya tim Mediasi yang digawangi oleh Kak Seto masalah ini tak meluas. Konflik bisa diselesaikan secara kekeluargaan. "Intinya hanya masalah komunikasi", ujar laki-laki yang telah mendedikasikan waktunya untuk concern di dunia anak ini.

Aku sebenarnya tak tau banyak bagaimana kronologisnya^_^, tapi kebetulan aku menonton ketika si artis muda berusia 16 tahun ini diwawancara.
Ada sebuah kata bijak yang aku temukan.

Yap redaksinya lebih kurang seperti ini...
" Apapun yang telah terjadi dan apapun yang telah saya lakukan, saya tidak menyesal, karena semuanya merupakan pelajaran yang amat berharga untuk kedepannya. Dari kejadian ini saya berharap tidak akan jatuh lagi dalam permasalahan yang sama dan bisa menjadi lebih dewasa...."

Excellent words...
Yap... bagaimanapun menyesali masa lalu hanya akan membuat kita terpuruk dalam jurang dalam tak berujung. Bukankah kita hidup untuk masa depan bukan masa lampau?
Meskipun masa lalu bisa dijadikan kaca spion, tapi jika terlalu fokus dengan kaca spion dan tidak melihat jalan yang terhampar di hadapan maka tentu bisa timbul kecelakaan.

Apa salahnya membuat kesalahan.
Karena kesalahanlah yang membuat kita menjadi tau apa artinya benar.
Kita bisa menjadi belajar banyak dari kesalahan...
Dengan harapan tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.

The Next Best Seller

Laki-laki itu masih tampak sama seperti beberapa tahun yang lalu aku melihatnya. Bersahaja dan sederhana.Meskipun novel dan film-nya telah membumi dimana-mana bahkan sampai mancanegara, tak tampak kesan kesombongan dari sosok manusia multi-talenta ini.

Aku melihatnya secara langsung, walau jarak kami terpisah cukup jauh. Wajahnya masih sama, suaranya masih sama, optimisme masih sama, visi dan misinya masih tetap sama yaitu menyebar nilai-nilai kebaikan.

Bumi Cinta.
Dua kata yang ia sematkan sebagai judul novel terbarunya.
Isinya masih bercerita tentang sosok ideal dari seorang laki-laki. Kalo dulu ada Fahri di "Ayat-Ayat Cinta", kemudian ada Abdullah Azzam di "Ketika Cinta Bertasbih" dan kali ini ada Muhammad Ayas di "Bumi Cinta".

Terkadang aku berpikir, cerita dari Ustadz lulusan Cairo University ini terlalu mengada-ada. Mana ada sosok laki-laki sempurna di dunia ini. Kalaupun ada mungkin hanya 1 diantara seribu.Belum lagi sosok wanita-wanita yang ditampilkan...bueh..sempurna abissss...^_^

Tapi sebaliknya dibalik tokoh-tokoh yang hampir mendekati "sempurna" itu sebenarnya terbersit sebuah harapan besar. Harapan kepada pemuda-pemuda Indonesia pada umumnya dan pemuda Islam khusunya untuk menjadi orang-orang yang hebat, yang mempunyai nilai plus..plus..plus.. seperti Al Quran berjalan gitu..

Yang membuat kagum adalah ternyata semua novel-novelnya terinspirasi dari Al Quran. Dan masing-masing novel merupakan hasil dari mentadaburi Ayat-ayat Al Qur'an. Subhanallah...

Banyak sekali ilmu-ilmu yang beliau sampaikan dalam novelnya, sehingga membaca novel tidak sekedar menjadi ajang untuk mencari kesenangan di waktu senggang tetapi juga menjadi sumber ilmu yang menginspirasi...

Duka di Bumi Cinta

Mendung hitam bergelayut diwajahnya, seolah-olah siap memuntahkan hujan dalam partikel yang cukup banyak. Bagaimanapun ia hanyalah seorang laki-laki, yang memiliki hak untuk bersedih dan menangis.

Belahan jiwa itu telah pergi dan tak akan pernah kembali.
Walau raga tak lagi bernyawa, tapi cinta itu akan tetap ada disana, terukir dalam lubuk hati yang terdalam.

Luka itu bukan hanya miliknya, tapi milik kita semua. Namun tentu yang paling terpukul atas kepergian wanita bersahaja itu tentulah seorang laki-laki yang telah setia menemaninya dalam suka dan duka,
dan dalam waktu bertahun-tahun lamanya.

Laki-laki itu masih tetap setia.
Meski kini tubuh itu terbujur kaku dibungkus peti kayu yang bisu.
Dia masih tetap disana, duduk dengan ketabahannya.

Inilah hidup...
Bertemu dan berpisah adalah episode yang tak mungkin bisa dielakkan.
Semua orang-orang yang kita cintai pada akhirnya akan berujung pada kematian, begitu juga tentunya dengan kita. Siapa yang dulu dan siapa yang terakhir, itu hanya masalah waktu.

Selamat jalan,
Ibu Asri Ainun Habibie.
Semoga mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya.
Dan semoga ALLAH mengizinkan cinta itu tetap menyatu di yaumil akhir kelak.
Amin.

Monday, May 24, 2010

Poem

"Puisi bukan hanya sekedar ungkapan hati dan perasaan..."
"Puisi juga bukan sekedar permainan kata yang memiliki rima..."
" Tapi puisi adalah seni, seni yang membutuhkan keindahan.."

Komentar yang cukup berapi-api dari seorang pengamat puisi. Dan mungkin aku termasuk kedalam bagian yang dikomentari. Puisi yang kukirim pendek dan biasa.. tapi ketika dibacakan oleh host-nya timbul rasa bangga yang luar biasa..^_^

Puisi gue dibaca euy...
di dengerin orang euy...
walaupun semua puisi yang masuk dibacain juga...^_^

Seni.
Menciptakan seni itu tidak mudah. Dan tidak semua orang punya bakat seni.
Seni tak bisa dibuat-buat, dia lahir dan sudah ada semenjak lahir. Walaupun mungkin bisa dipelajari.

Tak perlu lah dipaksakan harus memiliki nilai seni..
Yang penting bisa bikin puisi...
Bisa mengungkapkan rasa...
Bisa memberikan kelegaan..

Memiliki seni atau tidak..
tentu itu urusan perspektif subjektif...

Hiah...dikasih masukan kok ngelawan...
Yo wes nrimo wae lah...
Dikasih saran yah mestine dijadikan perbaikan..

Yup mari nulis lagi...

Love Forever



Di ujung radio, terdengar suara seorang konsultan rumah tangga yang sedang mempromosikan acara workshop yang akan digelarnya. Yang menarik minatku bukanlah promosinya, tapi fakta-fakta dan penjelasan-penjelasan yang diberikan.

Ternyata tingkat perceraian di Indonesia grade-nya cukup tinggi. Banyak hal yang menjadi faktor pemicunya seperti STH ( Status tanpa hubungan). Yah, banyak pasangan yang telah mengantongi status Menikah. Tapi sayang pernikahan itu terkadang malah membuat mereka menjadi orang asing atau bahkan tidak memiliki keterhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Bagaimana bisa? Alasan cukup klise, salah satunya adalah karena tuntutan hidup. Tuntutan hiduplah yang membuat orang-orang sibuk bekeja. Baik suami maupun istri. Dalam sehari, pertemuan mereka hanya terjadi beberapa jam saja, yaitu sekitar 2-3 jam. Dan kadang yang mereka bicarakan pun bukanlah hal-hal yang penting, hanya menanyakan kabar, atau sesuatu yang tak bermakna sehingga munculah kehambaran dalam rumah tangga yang bisa berujung pada perceraian.

Selain itu, mengenal pasangan selama bertahun-tahun sebelum menikah bukanlah suatu jaminan kelanggengan. Ada yang berpacaran selama hampir sepuluh tahun, namun ketika menikah dan memasuki tahun ke-dua pernikahan, si istri meminta cerai. Alasannya adalah karena ternyata waktu sepuluh tahun bukanlah waktu yang cukup untuk mengenal seorang laki-laki dan ketika berumah tangga ada saja hal-hal baru yang membuat dia shock dan tidak siap.

Ungkapan yang lazim diucapkan pasangan sebelum menikah seperti “saya akan menerima kamu apa adanya...” ternyata suatu hal yang nonsense. Kejutan-kejutan dalam rumah tangga akan selalu hadir. Disilah perlu kesiapan, terutama kesiapan emosional. Karena apabila tidak siap dengan perubahan-perubahan ini maka bisa jadi akan timbul kualitas komunikasi yang buruk.

Saya ingat, seorang ustadzah dulu pernah berkata bahwa setelah sekian tahun menikah dan mempunyai anak, dia terkadang masih terkaget-kaget dengan sikap suaminya. Yah, ada saja hal-hal baru yang terkadang menimbulkan pertanyaan “Is that my husband?” or “Is that my wife?”. Hmm...mungkin itulah ajaibnya rumah tangga.

Awal-awal menikah katanya sih indah, tapi setelah beberapa tahun kemudian akan muncul konflik-konflik yang tentu harus disikapi secara arif oleh kedua pasangan. Salah satu pesan menarik yang kutangkap adalah kita tidak hanya sekedar mencari suami atau istri tapi cariah soulmate (belahan jiwa).

Tentunya permasalahan yang ada dirumah tangga bukanlah suatu hal yang membuat orang-orang yang belum menikah menjadi takut untuk terikat dalam suatu komitmen. Konflik-konflik yang ada bukan disikapi untuk berpisah atau bercerai, tapi bagaimana caranya menciptakan hubungan yang lebih berkualitas dari konflik-konflik yang ada.

Kuncinya hanya satu, laki-laki itu membutuhkan pelabuhan yang nyaman dan tentram. Ketika dua kriteria itu terpenuhi maka dia tidak akan pernah mencari pelabuhan yang lain. Namun, laki-laki juga harus ingat bahwa dia harus mengajarkan si istri bagaimana caranya menciptakan pelabuhan yang nyaman dan tentram itu, agar bisa terus diarungi bersama.

Soulmate Hunting

Matahari sudah mulai condong ke Barat ketika kubuka situs jejaring pertemanan itu. Awalnya hanya bermaksud untuk selingan saja sambil mengerjakan tugas-tugas yang memang sudah deadline. Tapi kebablasan juga, karena ada beberapa teman yang mengajak chatting. Dipojok kanan sana terlihat seorang teman yang menyapa. Awalnya sih biasa seperti pembukaan secara umum. Namun ending-nya, tetap pertanyaan konfirmasi apakah aku sudah menikah atau belum. Yah, pertanyaan yang sudah tidak asing lagi ditelingaku. Dan sepertinya sudah menjadi nyanyian yang terus didengung-dengungkan hingga saat ini.

Yang menarik adalah, sang teman curhat. Dia bilang, 3x kali ta’aruf dan 3x pula ditolak. Dia menjadi agak sedikit apatis dan kemudian mengeneralisasikan sebuah kesimpulan bahwa wanita sekarang ini tidak lagi menerima laki-laki apa adanya, tetapi adanya apa dari laki-laki itu.

“Tidak semua wanita seperti itu,” ucapku sedikit berargumentasi. Bisa jadi laki-lakinya yang terlalu memilih atau bisa jadi jalur yang ditempuh kurang ahsan.

Temanku kemudian menjawab, jalur yang ditempuh sudah baik. Wanita yang dipilih tidak pula yang berlebihan, mereka semua berusia lebih tua dan tidak cantik-cantik amat. Tapi ya itu..gagal maning…gagal maning…tak satu pun yang berhasil!!! Temanku beranggapan bahwa wanita-wanita tersebut menolak karena dia belum tamat kuliah dan belum memiliki pekerjaan yang mapan.

Aku hanya mencoba menghibur…”Yah, mungkin belum jodoh atau timing-nya yang belum tepat”

Sebenarnya kalo boleh jujur, penolakkan itu wajar adanya, walaupun mungkin terkesan agak kejam. Karena bagaimanapun wanita memiliki kecendrungan untuk memilih laki-laki yang dewasa, walaupun umur tak bisa dijadikan patokan dari kedewasaan seseorang. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki maka wajar jika dia ingin dijaga, dilindungi dan diberi kenyamanan. Dan wanita bisa kehilangan “minat” jika laki-laki tersebut ternyata masih kenak-kanakan atau manja. Bisa-bisa nanti si istri yang malah ngemong suaminya.

Dan apakah tidak boleh jika seorang wanita memimpikan sosok suami yang mapan secara financial? Dalam artian, laki-laki yang kelak bisa memenuhi kebutuhan si istri dan juga kebutuhan “malaikat-malaikat kecil” yang akan dilahirkannya? Dan apakah tidak boleh seorang wanita mengharapkan kenyamanan bagi dirinya dan anak-anaknya kelak?

Rasanya boleh-boleh saja, asalkan hal tersebut bukanlah sesuatu yang dibuat-buat dan tidak untuk mempersulit. Ketika laki-laki diperbolehkan memilih wanita karena empat hal, maka wanita juga memiliki hak yang sama. Meskipun yang dianjurkan tetaplah mengutamakan agamanya.

Masalah jodoh memang sesuatu yang misteri, hanya Tuhan yang tau siapa yang terbaik untuk masing-masing hamba-Nya.

Sesaat anganku melayang jauh, membayangkan sosok yang kelak ditakdirkan untukku. Semoga saja laki-laki yang dipilihkan ALLAH adalah laki-laki yang baik akhlaknya. Aku sadar bahwa laki-laki yang tersisa hanyalah laki-laki akhir zaman yang mencoba bertahan untuk terus bisa menjadi seorang hamba yang ta’at dan mengikuti risalahnya. Dan aku sendiri juga hanyalah seorang wanita akhir zaman yang mencoba untuk tetap istiqomah di jalanNya.

D' Nanny

Bocah dua tahun itu tengah duduk di depan televisi menonton “Petualangan si Bolang”. Entah apa yang dimengertinya, yang jelas dia terlihat begitu asyik sambil ditemani sepotong roti coklat berlapis. Sesekali aku mendengarnya tertawa. Sukurlah. Aku bisa sedikit bernafas lega.

Tiba-tiba dia menghampiriku yang tengah sibuk dengan tuts-tuts ajaibku, dia menawarkan “bantuan” plus senyuman yang memperlihatkan gigi-gigi kecilnya yang belum lagi utuh. Setelah berhasil mengganti “bantuannya” dengan sesuatu yang diminati, diapun berlalu. Berjalan kian kemari, mencari sesuatu yang lain yang bisa digunakannya untuk bereksplorasi.

Dan lihatlah kini, sebuah pena terlihat pasrah digenggamannya. Dengan mata yang berbinar-binar, dia memamerkan apa yang baru saja dia dapatkan. Aku memberinya secarik kertas. Dan kemudian dia kembali berlalu, sambil sibuk dengan ocehannya yang terdengar seperti bahasa planet dari negeri antah berantah.

Gadis kecil itu tak pernah diam. Dia terus bergerak. Seolah-olah kesibukkanya melebihi pekerjaan anggota dewan yang ada di gedung MPR-DPR, atau melebihi kesibukan Abi dan Umminya. Dan aku terjebak, terjebak dalam dunia kanak-kanaknya dan harus berhasil masuk untuk beberapa jam kedepan.

Aku melepas kesibukkanku sejenak. Kemudian menghampiri dan mendekatinya. Terkadang dia menari dengan tariannya yang unik, atau ikut menyanyikan lagu favoritenya “Bangkitlah Negeriku” (Shoutul Harokah) atau memperagakan adegan khas Teletabis, “berpelukkan…” Atau kadang dia mengajakku bercerita sesuatu yang amat menarik baginya, yang membuat bibirnya maju beberapa senti, lucu sekali. Aku mencoba meladeni setiap ocehannya sambil sesekali menyentuh jari-jarinya yang mungil. Kebersamaan dengan gadis kecil ini terkadang bagaikan obat yang bisa mengusir rasa suntukku.

Jarum jam terus bergerak, dan aku masih terjebak… terjebak dalam dunia kanak-kanaknya…

Professor Anak


Di suatu pagi yang cerah, aku mengarahkan pandangan ke sebuah taman kanak-kanak yang tepat berada disebelah rumah kakakku. TK itu tak besar tapi cukup rapi. Fasilitas permainannya pun seadanya, dan sangat sederhana sekali. Walau siswa-siswanya kuperkirakan tidak sampai 40 orang dan guru pengajarnyapun hanya ada 2 orang, tapi tempat itu tetap istimewa bagiku.

Disanalah karakter beberapa anak akan dibentuk. Dan dari tempat yang amat bersahaja itu kelak akan lahir generasi-generasi pengurus dunia. Aku selalu kagum melihat dua orang guru yang tetap bertahan disana. Tak peduli apakah tempat mengajar mereka hanyalah sebuah desa kecil atau jumlah anak-anaknya juga tak banyak, atau mungkin “nominal” yang diterimapun tak seberapa, tapi mereka selalu ada disana. Menebar cinta dan kasih dengan setulus hati.

Mungkin sebagian orang menganggap pekerjaan sebagai guru TK adalah pekerjaan yang mudah. Tapi menurutku pekerjaan itu amat sangat sulit. Berhadapan dengan anak-anak pra sekolah, tentu harus bisa tampil semaksimal mungkin, harus bisa memperlihatkan senyum yang tulus, harus ekspresif dan reaktif, harus terus bersemangat dan yang paling penting harus memiliki sejuta sabar. Karena anak-anak sangat sensitive, terkadang mereka bisa merasakan mana orang-orang yang benar-benar tulus dan mana yang tidak. Ibarat kaca mereka terkadang rapuh, mudah pecah. Emosi mereka masih labil dan sangat fluktuatif. Jadi penanganannya harus ekstra hati-hati.

Suara khas anak-anak itu masih terdengar jelas ditelingaku. Namun sang mentari menegur agar aku segera berlalu. Dan pagi ini tersemat sebuah penghormatan untuk para Professor anak. Semoga benih-benih cinta yang ditanam, menuai hasil yang tak ternilai dikemudian hari.

Wednesday, May 12, 2010

Sol Sepatu

Sol sepatu....
Sol sepatu....
Suara tukang sol sepatu memecah kesunyian di siang yang sendu ini.Bergegas aku berlari menyusuri tangga dan memanggil sang pujaan yang telah lama dinanti.^_^... Ketika pintu gerbang kubuka, terlihatlah sosok laki-laki dengan sepeda dan kotak kecil tergangtung dibelakangnya. Kuserahkan dua pasang sepatu yang akan "diobati". Sesaat kemudian si Bapak sibuk memeriksa kondisi pasiennya sambil menanyakan beberapa pertanyaan padaku. Yah mungkin sekalian untuk mendiagnosa penyakit yang ada... (dokter kale...)

Saat si Bapak beraksi, akupun mengamati sambil duduk disebelahnya. Tangan itu begitu cekatan. Sambil menunggu, aku pun berbincang-bincang. Yah...tak ada salahnya aku menggali ilmu dari Profesor kehidupan yang satu ini. Mana tau dia memegang kunci untuk membuka puzzle kehidupanku.

Ternyata si Bapak sudah 20 tahun menjadi seorang tukang sol sepatu. Semenjak dia muda (belum menikah), hingga sudah beranak 2, dia tetap istiqomah dengan pekerjaannya yang satu ini. Akupun bertanya, "apa Bapak tidak mau mencoba usaha lain?" si Bapak menjawab "mencari pekerjaan itu tidak mudah.., menjadi kuli bangunan saja sekarang ini juga sulit..nunggu proyek datang bisa berbulan-bulan lamanya. Lagian keahlian yang saya miliki cuma ini."

Trus aku bertanya lagi "apa bapak tidak mencoba berdagang?"Si Bapak pun menjawab..Yah berdagang pun ga' mudah mba',dan kalo mau kesawah pun sekarang sulit, kerjanya berat tapi hasilnya sedikit, nunggu-nya lama lagi..."

Aku diam sejenak...aku berpikir, ternyata ada beberapa kata negative seperti, "ga mudah,dan "sulit..." yang kutemukan. Dan sepertinya professor yang satu ini termasuk tipekal orang yang apatis dan plagmatis.. Yah nrimo gitu deh..

Hohoho... that's the point...
Ketika kita hanya terpaku dengan paradigma "sulit", "susah", "tidak mudah", maka dialam bawah sadar kita tentu akan terprogram kata-kata negative tersebut yang kemudian mempengaruhi tindakan kita. Ketakutan-ketakutan akan menemui kesulitan membuat kita juga takut untuk berubah. Sikap nrimo bukan bearti pasrah dan menerima apa adanya, tapi kita juga harus ada usaha untuk berubah. Karena perubahan itu tidak datang dengan sendirinya tapi memang ada usaha untuk merubah. Dan bisa jadi Bapak tersebut telah terjebak selama 20 tahun dengan ketakutan-ketakutannya untuk mencoba sesuatu yang baru.. Dan akhirnya dia tetap melakoni pekerjaan menjadi tukang sol sepatu hingga bertahun-tahun lamanya... Yah..bisa jadi alasannya bukan seperti itu juga..

Tapi perjuangan hidupnya patut di acungi jempol... Setiap hari si Bapak harus mengayuh sepeda berkilo-kilo meter. Untuk sampai disini saja, dari tempat tinggal beliau di Bantul, butuh waktu 2 jam lamanya. Dan ternyata kedua anaknya masih bisa mengenyam bangku sekolah walaupun hanya sampai SMA.

Tak terasa kami sudah ngobrol ngalor ngidul,dan sepatupun selesai diobati. Si Bapak kemudian mematok harga 15 ribu untuk dua pasang sepatu. Setelah melakukan transaksi, kami pun melanjutkan aktivitas kami masing-masing.

Saat aku sampai didepan kamar, seorang teman menanyakan berapa ongkos yang aku keluarkan. Dan diapun mencak-mencak saat tau bahwa aku telah membayar mahal untuk biaya pengobatan sepatu... "mbok ya ditawar to mba' biar tukang sol sepatunya ga' seenaknya meletakkan harga..." ucapnya dengan nada agak kesal..

Aku hanya mengatakan..."yah..., sama tukang sol sepatu masa mesti ditawar-tawar, malu donk.."
Lagian uang yang kukeluarkan tidak akan sebanding dengan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang telah di share oleh tukang sol sepatu tadi...Yah ilmu ini tak akan pernah aku jumpai dibangku kuliah...

Monday, May 10, 2010

Birokrasi

Ribet. Itu kesan yang muncul saat berurusan dengan masalah birokrasi. Ga' usah melihat jauh-jauh, di kampus pun dengan mudah aku menemuinya.Terkadang aku tak habis pikir kenapa urusan yang sangat sepele harus dipersulit sedemikian rupa.
Seperti contoh kasus yang kualami baru-baru ini. Dalam rangka menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah, aku harus membuat kuesioner. Kebetulan objek yang kupilih adalah librarian yang ada di kampus.

Setelah melakukan negosiasi dengan pihak yang bertanggung jawab, kuesioner itu pun dijanjikan bisa rampung dan diambil esok siang. Tapi sayang karena berenturan dengan jadwal kuliah,aku agak molor (1-2 jam) menjemput kuesionernya dan aku tidak bisa lagi menemui orang yang bersangkutan karena dia sudah keburu pulang.

Maka aku kembali keesokan harinya, dengan harapan angket sudah sampai ditangan dan segera bisa diolah. Tapi alangkah kagetnya, ternyata angket yang kuserahkan beberapa hari yang lalu belum bisa disebarkan dengan alasan yang amat sangat sepele, yaitu tidak adanya pena untuk mengisi angket tersebut. Agak lama aku bisa mencerna setiap kata yang mampir di otakku...., kata-kata yang disampaikan berputar-putar hingga akhirnya aku mampu mencapai satu titik. Aneh...kenapa waktu yang dijanjikan sebentar menjadi membutuhkan waktu berhari-hari... Dan ternyata masalahnya hanya karena pena. Yah...pena. Oh my God...

Aku diminta untuk membelikan pena sebanyak angket yang disebarkan, katanya sih sebagai formalitas atau apalah...

Aku pun segera membelikan pena yang diminta sambil terus berpikir... Memangnya berapa banyak sih tinta yang akan habis hanya untuk men-check list 30 pertayaan yang ada dikuesioner tersebut? Apakah terlalu kecilkah gaji seorang pegawai pustaka hingga tidak mampu membeli sebatang pena? Apakah kampus memang harus mempersulit mahasiswanya dengan sedemikian rupa hanya untuk masalah yang sesepele ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus menari-nari diotakku. Walaupun sisi lain hati-ku mengatakan, " sudahlah..cuma kasih pena saja kok dipermasalahkan anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu...". Sebenarnya bukan masalah membelikan penanya, tapi alasan karena pena itulah yang tidak masuk diakalku.


Tapi yah..sudahlah
Masih untung mereka cuma minta dibelikan pena..
Coba kalo mereka sampai minta dibelikan tisu untuk mengelap keringat saat mengisi kuesioner,
atau menyediakan makan dan minum karena energi mereka terkuras saat mengisi kuesioner...
atau minta biaya pijat untuk tangan yang lelah karena mengisi kuesioner
atau minta imbalan jasa karena waktu mereka habis terbuang hanya untuk mengisi kuesionerku...dan lain-lain sebagainya..Wuah bisa gawat!!!!!!!!!!!!!!!!!

Pulangkan saja aku kerumah orangtuaku....

Ungkapan Rasa dari Seorang Biasa


Aku rindu senyum mereka.Rindu dengan tatapan-tatapan bersahabat mereka, walaupun beberapa tatapan sinis juga hadir. Disaat keberadaan kami dianggap hanya sebagai proyek “penggembira” atau kedatangan kami hanya dianggap sebagai penguras lembar-lembaran rupiah, hanya mereka yang membuat kami merasa berarti. Mereka hadir untuk menghapus peluh dan kesah kami atas kondisi yang sangat tidak membuat nyaman. Mereka ada untuk membuat kami lupa sejenak akan semua konflik yang berkecamuk.

Merekalah anak-anak yang lahir bukan dari rahim kami, dan ditubuh ini tak pernah mengalir aliran darah yang sama. Tapi rasa cinta itu hadir. Cinta yang melahirkan rasa sayang, perhatian, dan juga amarah. Aku ingat betapa rasa hormat dan segan mereka, membuat langkah kaki kami masih bisa terus berderap. Membuat tubuh kami masih bisa berdiri dengan gagah di depan puluhan mata. Membuat kami terus menjadi matahari ilmu yang tak pernah redup bagi mereka.

Aku rindu dengan masa-masa itu. Rindu ketika melihat ulah mereka yang terkadang menggelikan. Rindu akan gurauan yang terkadang melahirkan rona merah di pipi kami. Rindu akan lantunan lagu yang mereka petikkan khusus dari gitar yang berdawai kasih. Rindu akan semua yang terjadi, baik yang membuat kami bahagia maupun luka…
Pertemuan dan kebersamaan yang singkat itu, mungkin tak membekas atau bahkan mungkin hilang dari ingatan mereka. Tapi bagi kami, masa-masa itu tetap akan melahirkan sejuta kenangan yang tak akan pernah terhapus oleh waktu.

Terima kasih untuk semua yang terlibat dalam sejarah ini, dan terima kasih untuk semua siswa yang telah mengajarkanku bagaimana menjadi seorang guru. Terima kasih, karena disebagian hatiku masih terus tersimpan rasa rindu untuk kalian. Walau kelak, ketika kita bertemu kembali, semua akan terasa sangat berbeda…tapi yakinlah..kenangan itu akan terus abadi.

Poligami



Wanita mana yang ingin dipoligami? Mungkin jawabannya tidak ada karena sunatullahnya tidak seorang wanita pun yang ingin kasih dan sayangnya dibagi oleh sang suami. Walaupun ada yang ikhlas membagi suaminya untuk wanita lain, tetap saja di lubuk hati yang terdalam tentu amat sangat berat menjalaninya.

Saya ingat salah satu dialog dalam film Ketika Cinta Bertasbih I, dimana di ending film tersirat sebuah pesan yang cukup penting, khususnya bagi wanita (menurut pendapat saya). Disana diceritakan ketika Furqon beserta keluarganya datang menemui keluarga Anna Al Thafunnisa dalam rangka mengkhitbah, pihak laki-laki mempersilahkan calon mempelai wanita untuk mengajukan mahar yang diinginkan. Sang wanitapun tidak meminta macam-macam, hanya mengajukan dua syarat yang kelak menjadi penentu syahnya akad nikah. Syarat pertama, setelah menikah si wanita ingin tetap berada dilingkungan pesantren. Dan syarat kedua, selama dia masih hidup dan masih mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri maka dia tidak mengizinkan suaminya menikah lagi.

Syarat pertama bukanlah suatu masalah bagi Furqon, tapi syarat kedua agak sulit dipenuhi karena bukankah itu berarti Anna mengharamkan poligami?. Dengan cerdas Anna menjelaskan bahwa dia tidak pernah mengharamkan poligami dan mempersilahkan sang calon suami untuk berpoligami tapi Anna tidak bersedia menjadi salah satu wanita yang terlibat didalamnya. Dialogikan seperti ini, ketika kelak menikah maka Anna melarang suaminya untuk memakan jengkol karena dia tidak suka dengan baunya, bukan berarti jengkol menjadi haram hukumnya. Syarat yang diajukan oleh Anna ini bukan untuk mempersulit tetapi atas dasar faedah dan manfaat untuk dirinya dan juga anak-anaknya kelak. Dan ternyata hal ini dibolehkan dalam Islam.

Dialog-dialog cerdas tersebut tak terlepas dari kecerdasan penulis novelnya yaitu Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik). Disini saya melihat Kang Abik tidak hanya memandang poligami dari kacamata laki-laki tetapi mencoba lebih objektif melihat dari sudut pandang seorang wanita. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat adil. Tapi Rasulullah, manusia yang paling adil didunia sekalipun dan yang merasa sudah berbuat adil dari segi manusiawinya, ternyata masih saja dicemburui oleh istri-istrinya. Namun tentu saja kecemburuan Ummul Mu’minin ini karena bentuk kecintaannya dan ingin mempersembahkan yang terbaik untuk sang Habibullah.

Terlepas dari setuju maupun tidak setuju, yang jelas setiap wanita pasti ingin seperti Fatimah binti Muhammad yang selama hidupnya tidak pernah dimadu oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, atau seperti Siti Khadijah yang selama hidupnya tidak pernah di madu oleh Rasulullah SAW. Wallahualam.

Meteor Garden



Kita tidak akan membahas film Meteor Garden yang dibintangi oleh group music F4 tapi lebih kepada berita yang baru-baru ini menggemparkan negeri kita. Yap… ada beberapa rumah di daerah Kebon Sawit, Jakarta Timur, kejatuhan meteor. Benda antariksa yang konon kabarnya sebesar kelapa tersebut ternyata memiliki kekuatan yang cukup dahsyat. Hal ini bisa dilihat dari rusak parahnya beberapa rumah akibat kejatuhan benda luar angkasa ini.

Memang bulan April-Mei merupakan musim hujan meteor. Ini merupakan fenomena alam yang biasa terjadi dan tidak perlu ditakuti. Maka jika dalam beberapa malam ini kita bisa menyaksikan bintang jatuh, bisa jadi kita termasuk salah satu orang yang beruntung (so let’s make a wish...hahaha..syirik ya^_~). Hanya saja yang agak mengherankan, kenapa partikel meteorid tersebut bisa sampai kebumi? Padahal idealnya, ketika si Meteor melakukan PDKT, maka bumi akan melakukan defence dengan lapisan ozone-nya. Jadi kalo si meteor mencoba masuk, maka dia akan langsung dilumatkan oleh lapisan ozon. Nah, jika akhirnya meteor berhasil menginjakkan kaki ke bumi, maka akan timbul pertanyaan, ada apa dengan lapisan ozon kita? Kenapa dia tidak bisa lagi memberikan perlindungan?

Yah....mungkin sudah jadi rahasia umum, bahwa memang ada masalah yang amat serius dengan lapisan ozon. Penyebabnya siapa lagi kalo bukan manusia, salah satunya adalah kita (ngaku aja deh...). Polusi yang tidak bisa dibendung lama kelamaan akan merusak tatanan lingkungan yang ada. Dan jika tidak dilakukan pencegahan segera, yah bisa jadi kiamat hanya tinggal menghitung hari, menit bahkan detik.

Ada hal yang sangat menggelitik. Rumah yang kejatuhan meteor tadi, dikunjungi oleh banyak warga masyarakat. Mulai yang ingin tahu secara langsung kronologisnya sampai yang ingin mencari serpihan meteor yang tertinggal. Buat apakah? Ternyata..serpihan tadi gunanya adalah untuk disimpan and kemudian dijadikan jimat.( Oalah...aneh-aneh wae... )

Hmmm....padahal meskinya dengan kejadian ini manusia harus segera bertobat dan melakukan perbaikan. Karena we never know, who next? Bisa jadi besok-besok rumah kita yang ketiban meteor. Tapi kenyataannya seberapapun peringatan ALLAH (salah satunya melalui peristiwa jatuhnya meteor ini) terkadang tidak membuat manusia mendekat pada Tuhannya, malah lari bahkan sampai berbuat syirik. Naudzubillah. Semoga kita bisa mengambil ibrah dari setiap kejadian yang ada. Amin.