Welcome to Matahari Ilmu

Jika hidup itu mengajarkanmu banyak hal, maka tuliskanlah sebagai sebuah tinta sejarah yang penuh hikmah....


Wednesday, March 24, 2010

An Apology

Dikeheningan malam, aku berbagi kerinduan dengan berkirim sms tausiyah kebeberapa sahabat. Ada sahabat yang sudah sangat lama tidak pernah lagi tersilaturahimi, dan ada juga sahabat yang selalu setia menemaniku sehari-hari. Tausiyah ini tentu bukan untuk menggurui, tapi lebih berupa penguatan yang pada dasarnya ditujukan untuk diriku sendiri. Semakin banyak sms yang dikirim, maka akan semakin banyak penguatan yang kuperoleh.

Dari beberapa balasan, ada satu yang cukup membuatku haru. Yah, seorang sahabat kini tengah di uji dengan ujian yang cukup berat. Terus terang, jika ujian ini singgah padaku, akan bagaimana aku bisa bertahan. Sejenak aku merasa malu. Betapa aku begitu egois. Atas nama kesibukan (atau sok sibuk), aku sering melupakan sahabat-sahabatku bahkan hanya untuk sekedar bertanya kabar lewat sms. Allah, maafkan aku.

Dia adalah salah seorang sahabat yang kukenal di kampus ungu. Kebersamaan kami tidak bisa dibilang singkat. Masa-masa berjuang, masa-masa bersama, masa-masa bahagia, masa-masa konflik, masa-masa saling mengerti dan paham, masa-masa saling menerima segala kelebihan dan kekurangan, telah kami jalani bersama. Kami layaknya seperti saudara yang dipertemukan dalam indahnya ukhuwah.

Sosoknya selalu kukagumi. Aku sadar betul, dulu bahkan hingga sekarang, rasa minder sering muncul ketika berhadapan dengannya. Terlahir sebagai wanita yang cerdas, kreatif, energik, kritis, dan memiliki segudang keunggulan lainnya, membuat dia terlihat sempurna dimataku. Aku masih ingat, dialah salah seorang sahabat yang mengajarkanku tuk berani bermimpi. Kata yang terus terngiang-ngiang di telingaku adalah ketika dia bercerita tentang mozaik kehidupan. Saat itu kami berjalan dibawah langit biru kampus ungu, dia berkata ‘hidup adalah kumpulan mozaik-mozaik, maka pungut dan kumpulkanlah mozaik-mozaik itu, kemudian bingkailah agar menjadi mozaik yang indah.’ Kata kutipan yang diambilnya dari salah satu tetralogi novel Andrea Hirata ini, bagaikan mutiara yang bersinar dihatiku. Saat itu akupun mulai berazzam untuk mencari terus dimana mozaik kehidupanku berada.

Yang membuatku menaruh rasa hormat padanya, adalah ketegaran dan kekuatannya dalam menjalani hidup. Memanglah benar adanya bahwa tak ada hidup yang sempurna. Sedari belia dia telah di uji dengan ujian yang cukup berat. Aku tak pernah menyangka, dibalik wajahnya yang ceria ternyata tersimpan kesedihan. Tapi aku tahu, dia tidak pernah mau kalah. Walaupun kadang badai yang cukup kencang terkadang juga pernah membuat ia goyah dan patah. Tapi setauku dia bukanlah orang yang mau berlama-lama diam dan larut dalam kesedihan. Dia dengan lapang dada menghadapi apa yang terjadi dan mencoba untuk bertahan untuk terus melangkah dikedua kakinya.

Dan malam ini, ketika aku larut dengan lembaran-lembaran kertas tugasku, dia masih terus terjaga dalam dinginnya dinding-dinding RSJ, sambil menggenggam erat tangan wanita setengah abad yang dipanggil ibu.

ALLAH berilah ia kesabaran dan keikhlasan.

No comments:

Post a Comment