Welcome to Matahari Ilmu

Jika hidup itu mengajarkanmu banyak hal, maka tuliskanlah sebagai sebuah tinta sejarah yang penuh hikmah....


Friday, November 13, 2009

NASEHAT DIKALA HUJAN

Awan hitam menggelayut di kota Yogya sore ini. Aku berpikir untuk segera sampai dirumah sebelum langit memuntahkan segala isinya.Sejenak aku melupakan ujian filsafat yang baru saja berakhir yang meninggalkan seulas senyum kekecewan. Betapa tidak, perjuangan beberapa hari dibalas dengan score 29. Betapa benar2 membuat persendianku lemas.

Aku mempercepat langkah karena butiran-butiran kristal itu mulai turun setitik demi setitik yang kemudian tak terbendung jumlahnya. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti sejenak. Aku berusaha adil dengan tubuhku, bukankah ia saat ini tengah menderita kelaparan yang amat sangat? Kenapa aku harus menghukumnya lagi dengan membiarkannya kuyup di terjang hujan yang dingin?

Ternyata penantian tak selamanya membosankan. Aku bisa menikmati simfoni hujan, menatap daun-daun yang bersorak riang serta mencium wangi tanah yang basah. Aku rindu suasana seperti ini setelah sekian lama Yogya di landa musim panas yang cukup extreme.

Tiba-tiba di depanku berhenti seorang ibu2 dengan sepedanya. Dia kemudian memakirkan sepeda itu dan berdiri disampingku. Kami saling berpandangan dan melempar senyuman. Tak ada yang istimewa darinya, kemejanya lusuh, topinya juga lusuh dan sepeda ontel yang dibawanya juga terlihat sangat tua dengan lilitan tali dan kantong plastik dimana-mana. Tapi aku yakin, dia pasti seorang pahlawan. Yah, Pahlawan Kehidupan.

Memecah kebisuan kami, si Ibu menawarkan dagangannya padagu. Disepeda itu terlihat keranjang yang berisi berkilo-kilo buah mangga dan salak. Tadinya aku menolak dengan halus, karena yang aku butuhkan saat ini hanyalah sepiring nasi hangat untuk mengobati pemberontakan lambungku yang mulai tersa perih. Namun, karena harga mangganya hanya Rp. 3500,-/kg nya, aku pun tergoda untuk membeli.

Disanalah suasana mencair. Si Ibu dengan ramahnya bertanya padaku. Akupun menjawab dengan senang hati. Sesaat kemudian dia bercerita, yah bercerita tentang harapan2 nya. Walaupun hanya tamat SMA, tapi dia bercita-cita agar anak-anaknya bisa bersekolah setinggi-tingginya. Dia tidak ingin anak-anaknya bodoh dan mudah ditipu oleh orang lain.

Si Ibu juga mengatakan bahwa dia hanyalah seorang miskin yang tidak punya harta yang bisa diwariskan. Dia berharap dengan bekal ilmu itulah yang kelak akan membuat anak-anaknya bahagia. Dengan bangga si Ibu menyampaikan bahwa ketiga anaknya kini telah bekerja dan seorang lagi saat ini tengah kuliah. Sang anak juga rajin dan mendapat besiswa sehingga bisa sedikit meringankan bebannya.

Andaikan saat itu bisa memeluk, maka akan kupeluk Ibu itu dan mengatakan betapa sungguh luar biasanya ia. Dibalik segela kekurangan, ia masih memiliki harapan dn cita2 yang luar biasa. Aku juga sangat berterima kasih atas pelajaran hidup yang diberikannya secara gratis.

Hujan mulai reda, kami pun saling berpamitan dan mendoakan. Si Ibu mendo'akanku dengan do'a dan harapan yang cukup banyak untuk kuliahku, ilmuku, kesuksesanku dan masa depanku. Betapa lapang rasanya dada ini. Kami pun berpisah dan sebuah mozaik-mozaik hidup baru saja kupungut.

Terima kasih ALLAH, inilah sebuah nasehat dikala hujan yang membuatku lebih optimis dalam manjalani hidup.

No comments:

Post a Comment