Welcome to Matahari Ilmu

Jika hidup itu mengajarkanmu banyak hal, maka tuliskanlah sebagai sebuah tinta sejarah yang penuh hikmah....


Saturday, February 27, 2010

Elegy on Bus

Hujan belum sepenuhnya pergi, tapi aku harus segera bergerak menuju Godean. Jam sudah menunjukkan pukul ½ 4 sore, dan akupun segera mempercepat langkah. Sesekali rintik-rintik hujan singgah di wajahku, tapi semua kunikmati sebagai sapaan dari langit. Seperti biasa perjalanan ini akan menghabiskan waktu lebih kurang 45 menit dengan bertukar bus sebanyak 2x.

Bus pertama berlabel D6 dengan tujuan Jombor. Lumayan ramai dan aku mendapat tempat dibelakang supir. Sesekali asap rokok mampir dihidungku, bahkan mungkin sempat singgah di paru-paru. Tapi semoga saja tak banyak. Makin lama bis semakin ramai, tapi untunglah sebelum bus itu benar-benar penuh, aku sudah turun untuk mencari bis yang berikutnya.

Kemudian, aku menunggu bis berlabel 15 diperempatan jalan. Sambil menunggu, aku melihat sekelilingku yang penuh dengan penjahit yang menawarkan jasa permak pakaian. Ada yang tengah sibuk dengan mesin jahitnya, dan ada juga mata-mata yang memandang ke arahku. Tak berapa lama kendaraan yang ku nanti pun tiba. Unfortunately, it’s full. Aku harus berlapang dada. Ini bukan saatnya mengeluh, Lady!!!!

Mendapat jatah berdiri bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Apalagi menjinjing barang bawaan lebih kurang seberat 3 kilo dan harus berdiri pula selama 45 menit. It’s so hard!!! Tak seperti biasa, bis ini begitu ramai. Dan sepertinya sudah kelebihan kapasitas. Aku mendapatkan jatah dekat pintu. Saling berdesak-desakkan dengan penumpang lain.

Lagi-lagi, ini bukan saatnya mengeluh, Lady!! Kuperhatikan orang-orang yang ada disekitarku. Terlihat wajah-wajah lelah. Ada anak sekolahan, mahasiswa, orang kantoran, pedagang, dan entah apa lagi pekerjaan mereka. Yang jelas semua bercampur disini, dan kami saling berebut oksigen. Aneka macam bau menjadi bonus kesumpekkan yang ada. Aku bersyukur masih bisa bersandar di pintu sehingga aku bisa menjaga keseimbangan. Tapi resikonya aku menjadi tempat persinggahan penumpang yang akan naik dan turun.

Waktu berjalan begitu lambat. Aku seperti terjebak pada labirin yang tak tahu jalan mana yang harus kulewati. Agak sempat frustasi, tapi lagi-lagi aku menasehati diriku sendiri, ini bukan saatnya mengeluh, Lady!!!! Tiba-tiba ada seorang bapak tua yang menawarkan tempat duduk untukku. Terus terang ini tawaran yang amat sangat menggiurkan. Dalam kondisi lelah, berbeban dan puasa, apalagi yang diinginkan kecuali duduk sejenak sambil memejamkan mata. Tapi untungnya, dalam kondisi yang sangat emosional ini, empati ku masih on. Aku malah terharu dengan kebaikannya. Walaupun beberapa kali ditawari oleh bapak itu, aku menolak. Karena bagaimanapun ada yang lebih berhak dari aku, masih ada ibu-ibu disini jadi biarlah mereka yang mendapatkan jatah itu.

Semakin lama, bus semakin padat. Hingga tak mampu lagi kumelihat batas antara laki-laki dan perempuan. Semua sudah bercampur disini. Agar tidak bertambah lelah, aku mengalihkan pandangan keluar jendela. Tampak beberapa mobil mewah lalu lalang. Aku berpikir, alangkah enaknya duduk di bangku empuk, dengan menikmati sejuknya ac yang bercampur aroma buah dari pewangi ruangan, sambil mendengarkan lantunan musik dari radio yang memiliki sound system yang canggih. Hidup benar-benar terasa sempurna.

Remember, ini bukan waktunya mengeluh, Lady..!!! Aku kembali melihat orang-orang disekitarku. Tak ada yang mengeluh, tak ada yang saling marah, bahkan disaat-saat sulit seperti ini mereka masih mau berbagi. Masih kutemui senyum-senyum keikhlasan di wajah mereka. Tak ada yang saling menginjak, atau saling mendominasi. Ini seolah-olah menjadi milik kami bersama. Entah hari seperti apa yang telah dilewati masing-masing penghuni bis ini, tapi seolah-olah mereka masih tetap bertahan dipenghujung hari. Mungkin bisa jadi mereka sangat bahagia, karena bisa berkumpul kembali dengan istri, anak, ibu, bapak dan keluarga ketika matahari tenggelam nanti.

Sesaat kemudian, terdengar suara terikan Bantulan...Bantulan...Bantulan...Akupun berucap syukur. Akhirnya kudapatkan kembali kemerdekaanku. Aku turun dan berucap lirih...” terima kasih, terima kasih para penumpang bis yang telah mengajarkanku tentang arti kehidupan dan terima kasih karena membuatku tidur nyenyak malam ini!!!

No comments:

Post a Comment